Sunday, December 26, 2010

Sifat-sifat Penghuni Neraka

Dalam surat Qaf, Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan beberapa sifat penghuni neraka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقَالَ قَرِينُهُ هَذَا مَا لَدَيَّ عَتِيدٌ. أَلْقِيَا فِي جَهَنَّمَ كُلَّ كَفَّارٍ عَنِيدٍ. مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ مُرِيبٍ. الَّذِي جَعَلَ مَعَ اللهِ إِلَهًا ءَاخَرَ فَأَلْقِيَاهُ فِي الْعَذَابِ الشَّدِيدِ

Dan yang menyertai dia berkata: “Inilah yang tersedia pada sisiku telah siap.” Allah berfirman: “Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala, yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu, yang menyembah sesembahan yang lain beserta Allah, maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat.” (Qaf: 23-26)
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan bahwa qarin yang menyertai manusia, yakni malaikat yang ditugasi untuk mencacat amal bani Adam, mengatakan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Inilah yang tersedia pada sisiku telah siap.” Yakni orang tersebut dihadapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala oleh malaikat beserta catatan amalnya yang lengkap, tanpa ditambah dan dikurangi, serta siap untuk diberi balasan. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun memerintahkan kepada kedua malaikat-Nya yaitu malaikat yang sebagai saksi dan malaikat yang menggiringnya ke hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala, yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu, yang menyembah sembahan yang lain beserta Allah maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat.”
Dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut terdapat enam sifat orang yang bakal dilemparkan ke dalam Jahannam.
1. Orang yang sangat ingkar: yakni mereka yang sangat kafir, di mana berbagai macam kekafiran mereka lakukan baik berupa perbuatan maupun ucapan. Atau mereka yang kekafiran itu telah menguat dalam qalbunya.
2. Keras kepala: yakni membangkang terhadap kebenaran, menghadapinya dengan kebatilan sementara ia tahu kebenaran itu. Kalaupun kebenaran itu ditawarkan kepadanya, dia tidak mau menerimanya walaupun kebenaran itu begitu jelas. Akibatnya, ia akan banyak berbuat maksiat, berani menerjang larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Sangat menghalangi kebajikan: kebajikan di sini berarti segala macam kebajikan. Seolah-olah dia mencari-cari segala macam kebajikan untuk dia halangi sehingga dia menghalangi segala macam amal baik, dan yang terbesar adalah iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan para rasul-Nya, serta menghalangi seseorang untuk berdakwah kepadanya. Ia juga tidak menunaikan apa yang menjadi kewajibannya, tidak mau berbuat baik, bersilaturahmi, dan bershadaqah. Ia menghalangi dirinya sendiri untuk berjuang dengan harta dan badannya dalam perkara yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4. Melanggar batas: yakni melanggar batas-batas hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dan melanggar hak-hak makhluk, sehingga ia berbuat jahat kepada mereka. Yakni, bukan saja dia menghalangi seseorang untuk berbuat kebajikan, namun ia juga berbuat jahat kepadanya. Ini semacam perlakuan orang Quraisy terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka melarang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuat baik sekaligus mereka berbuat jahat kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana ia juga melampaui batas dalam membelanjakan hartanya. Qatadah rahimahullahu menafsirkan: “Yakni melampaui batas dalam bicara, jalan dan segala urusannya.”
5. Lagi ragu-ragu: yakni tertanam dalam dirinya keraguan dan kebimbangan. Demikian juga, ia membuat keraguan pada diri orang lain, baik keraguan dalam hal janji Allah Subhanahu wa Ta’ala ataupun ancaman-Nya, sehingga tiada iman dan kebaikan dalam dirinya.
6. Yang menyembah sesembahan yang lain beserta Allah Subhanahu wa Ta’ala: mencakup semua orang yang menghambakan diri dan menghinakan diri kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Untuk orang-orang yang memiliki sifat-sifat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala katakan:

فَأَلْقِيَاهُ فِي الْعَذَابِ الشَّدِيدِ

“Maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat.”
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَخْرُجُ عُنُقٌ مِنَ النَّارِ يَتَكَلَّمُ يَقُوْلُ: وُكِلْتُ الْيَوْمَ بِثَلَاثَةٍ؛ بِكُلِّ جَبَّارٍ عَنِيْدٍ، وَمَنْ جَعَلَ مَعَ اللهِ إِلَهًا آخَرَ، وَمَنْ قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ فَتَنْطَوِي عَلَيْهِمْ فَتَقْذِفُهُمْ فِيْ غَمَرَاتِ جَهَنَّمِ
Sebuah leher keluar dari neraka, ia bisa berbicara. Ia pun mengatakan: “Pada hari ini aku dipasrahi (menyiksa) tiga golongan manusia: setiap orang yang sombong lagi membangkang, orang yang menjadikan sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala bersama-Nya, dan setiap orang yang membunuh sebuah jiwa bukan karena qishash.” Sehingga leher tersebut melilit mereka dan melemparkan mereka ke dalam dahsyatnya azab jahannam. (HR. Ahmad)

http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=934

Wednesday, October 20, 2010

Menjaga Kebersihan Jasmani bagian dari Sunnah Rasulullah Bag.I
Kamis, 21-Oktober-2010, Penulis: Buletin Islam Al-Ilmu

Saudara pembaca, dienul Islam adalah agama yang mengajarkan kepada pemeluknya segala bentuk kebersihan. Baik kebersihan yang bersifat rohani atau pun jasmani.

Adapun kebersihan rohani, agama Islam memerintahkan pemeluknya untuk menghilangkan dan membersihkan qalbunya dari segala bentuk noda dan kotoran yang dapat membuatnya berkarat seperti syirik, bid’ah, dan maksiat. Karena semua itu dapat mengganggu kestabilan iman dan ibadah seseorang.

Demikian pula, Islam mengajarkan dan memperhatikan kebersihan jasmani. Bahkan jika kita cermati, semua perkara yang terkait dengan kebersihan telah diajarkan dalam Islam. Karena selain berpengaruh kepada kebersihan dan kesehatan, ia juga sangat berperan dalam menentukan sempurna dan sahnya ibadah seorang hamba.

Diantara bukti bahwa Islam mengajarkan kebersihan jasmani dan sekaligus ini menjadi tema kita pada edisi kali ini adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam:

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ: الاِخْتِتَانُ وَالاِسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ وَنَتْفُ الإِبْطِ

“Fithrah itu ada lima: khitan, istihdad, memendekkan kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Lima perkara yang terkandung dalam hadits ini adalah perkara kebersihan yang berkaitan dengan jasmani, yaitu: khitan, istihdad, memendekkan kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak. Insya Allah akan kami jelaskan satu persatu terkait dengan hukum lima perkara tersebut.

1. Al-Khitan

Sunnah fithrah pertama yang terkandung dalam hadits di atas adalah khitan.

Kata “khitan” dalam bahasa arab adalah mashdar (kata dasar) dari khatana. Maknanya secara bahasa adalah memotong (al-qath’u). Adapun yang dimaksud khitan dalam Islam adalah seperti yang disebutkan oleh Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah, “Khitan (bagi laki-laki) adalah memotong semua kulit yang menutupi kepala dzakar (kemaluan laki-laki) sampai terlihat seluruhnya. Dan bagi wanita adalah membuang (memotong) sebagian kecil kulit yang terletak di bagian atas farji (kemaluan wanita).” (Nailul Authar, 1/133)

* Hukum Khitan

Para ulama’ sepakat bahwa khitan disyari’atkan dalam Islam bagi laki-laki dan wanita. Karena ia merupakan ciri khas yang membedakan antara kaum muslimin dengan selain mereka. Hanya saja terjadi silang pendapat diantara mereka tentang hukum khitan, apakah wajib atau tidak? Pendapat yang lebih kuat dan merupakan pendapat kebanyakan ulama’ adalah bahwa khitan wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi wanita. Ibnu Qudamah rahimahullah

mengatakan, “Adapun khitan, ia wajib bagi laki-laki dan merupakan kemuliaan bagi wanita, tidak wajib atas mereka (yakni bagi wanita, pen). Ini adalah pendapat kebanyakan ulama’.” (Al-Mughni, 1/100)

* Waktu Khitan

Para ulama’ membagi waktu khitan menjadi dua, waktu wajib dan waktu mustahab. Waktu wajib ialah waktu yang ketika itu seseorang harus segera berkhitan, jika tidak maka ia berdosa. Waktunya adalah ketika masuk usia baligh. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Dan waktunya adalah ketika masuk usia baligh, karena (usia itu) adalah waktu kewajiban melaksanakan ibadah atasnya.” (Tuhfatul Maudud, 1/180)

Atas dasar ini, tidak boleh bagi para orang tua membiarkan anaknya tidak berkhitan sampai melewati usia baligh. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Maka tidak boleh bagi orang tua tidak mengkhitan anaknya sampai melewati usia baligh.” (Tuhfatul Maudud)

Adapun waktu mustahab adalah waktu dimana disukai bagi seseorang untuk berkhitan, jika tidak maka ia tidak berdosa. Waktunya adalah sejak lahir sampai masuk usia baligh.

Untuk waktu ini, menurut sebagian ulama’ lebih ditekankan pada hari ketujuh kelahiran, berdasarkan hadits Jabir bin Abdillah dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, “bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam menyukai khitan pada hari ketujuh.” Tetapi hadits ini dha’if (lemah), sehingga tidak bisa dijadikan dalil. Maka tidak ada ketentuan waktu khusus untuk berkhitan. Namun para ulama’ menyebutkan bahwa semakin cepat seseorang berkhitan, maka itulah yang afdhal (yang lebih utama).

* Hukum Orang yang Tidak Mau Dikhitan

Al-Haitami rahimahullah berkata: “Yang benar jika diwajibkan bagi kita khitan, lalu ditinggalkan tanpa udzur, maka pelakunya fasik. Namun pahamilah, bahwasanya pembicaraan disini hanya ditujukan pada anak laki-laki tanpa menyertakan anak perempuan. Laki-laki difasikkan bila meninggalkan khitan tanpa udzur, dan lazim dari sebutan fasik tersebut bahwa perbuatan itu termasuk dosa besar.” (Az-Zawajir, 2/162)

* Yang Berhak Mengkhitan

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Pelaksanaan khitan itu seharusnya dilakukan oleh seorang dokter yang ahli (atau tenaga kesehatan lainnya, pen.) yang mengetahui bagaimana cara mengkhitan. Bila seseorang tidak mendapatkannya, maka ia bisa mengkhitan dirinya sendiri jika memang mampu melakukannya dengan baik. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengkhitan dirinya sendiri. Orang yang mengkhitan boleh melihat aurat yang dikhitan walaupun usia yang dikhitan telah mencapai sepuluh tahun, kebolehan ini dikarenakan adanya kebutuhan.” (Asy-Syarhul Mumti`, 1/110)

2. Al-Istihdad

Al-Istihdad secara bahasa diambil dari kata al-hadidah yaitu alat cukur yang terbuat dari besi. Yang dimaksud di sini adalah alat cukur yang digunakan untuk membersihkan bulu kemaluan, sebagaimana diterangkan dalam riwayat Al-Bukhari no. 5551 dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

(( مِنَ الْفِطْرَةِ حَلْقُ الْعَانَةِ ))

“Termasuk dari fithrah ialah mencukur habis bulu kemaluan.”

Batasan al-‘anah (bulu kemaluan) yang disunnahkan untuk dicukur adalah rambut yang tumbuh di atas dan sekitar dzakar pria serta rambut yang tumbuh disekitar farji wanita. (Al-Minhaj, 3/147)

Diperbolehkan pula mencukur rambut yang tumbuh di sekitar dubur. Tetapi jangan menganggapnya sunnah, karena tidak ada hadits yang shahih tentang hal itu. Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Al-Istihdad artinya adalah mencukur dengan alat, yang dimaksud di sini adalah mencukur habis bulu kemaluan sebagaimana ditafsirkan dalam riwayat Muslim dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha. Atas dasar ini, tidak boleh mengklaim bahwa mencukur rambut sekitar dubur adalah sunnah kecuali dengan adanya dalil. Dan kami belum menemukan dalil tentang hal ini, baik dari perbuatan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam ataupun para shahabatnya.” (Nailul Authar, 1/133 secara ringkas)

* Tata caranya

Cara istihdad yang paling afdhal dan paling sempurna adalah dengan dicukur sampai habis sebagaimana diterangkan oleh beberapa hadits. Dibolehkan pula menggunakan gunting, kapur, obat perontok rambut, atau dicabut. Karena tujuan utamanya adalah diperolehnya kebersihan (Al-Minhaj, 3/147)

* Waktunya

Batas maksimal mencukur bulu kemaluan adalah empat puluh hari. Anas bin Malik radhiyallahu’anhu berkata,

(( وَقَّتَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ فِي قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ وَنَتْفِ الإِبْطِ أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ))

“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memberikan waktu kepada kami untuk memendekkan kumis, memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, dan mencabut bulu ketiak, agar tidak membiarkannya lebih dari empat puluh hari.” (HR. Muslim no. 258 dan An-Nasa’i no. 14)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Maknanya adalah, tidak membiarkan lebih dari empat puluh hari. Dan bukan berarti beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memberikan waktu untuk membiarkannya sampai empat puluh hari.” (Al-Minhaj, 3/149)

Sebagian ulama’ menyukai mencukurnya setiap hari jum’at. Sebagian lainnya menyukai hari kamis, agar memasuki hari jum’at dalam keadaan bersih. Sedangkan sebagian yang lain menyukai setiap lima belas hari sekali. Namun, tidak ada dalil yang menentukan masalah ini, maka semakin cepat seseorang membersihkannya itulah yang utama. (Syarhu Khishalil Fithrah li Abi Hasyim)

Faedah: Mencukur rambut kemaluan ini tidak boleh bahkan haram dilakukan oleh orang lain, kecuali orang yang dibolehkan menyentuh dan memandang kemaluannya seperti suami dan istri. (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 1/342, Fathul Bari, 10/423)

3. Mencabut bulu ketiak

Sunnah fithrah berikutnya yang terkandung dalam hadits diatas adalah mencabut bulu ketiak. Yang dimaksud disini adalah mencabut bulu yang tumbuh di bawah kedua lengan.

* Tata caranya

Cara yang paling afdhal dan sempurna adalah dengan dicabut, karena demikianlah yang dituntunkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Tetapi, bagi seseorang yang tidak kuat menahan rasa sakit diperbolehkan menggunakan gunting, kapur, atau obat perontok rambut lainnya, karena tujuan utamanya adalah tercapainya kebersihan. Hal semacam ini juga dinukilkan dari sebagian ulama’ salaf. Yunus bin Abdul A’la rahimahullah berkata,

(( دَخَلْتُ عَلَى الشَّافِعِيِّ وَعِنْدَهُ الْمُزَيِّنُ يَحْلِقُ إبْطَهُ فَقَالَ الشَّافِعِيُّ: عَلِمْت أَنَّ السُّنَّةَ النَّتْفُ وَلَكِنْ لاَ أَقْوَى عَلَى الْوَجَعِ ))

“Aku masuk menemui Asy-Syafi’i, dan didekatnya ada seseorang yang sedang mencukur bulu ketiaknya. Beliau mengatakan, ‘Aku tahu bahwa yang sunnah adalah mencabutnya. Tetapi aku tidak kuat menahan sakitnya’.” (Nailul Authar, 1/133)

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Yang afdhal adalah dicabut, karena yang demikian itu sesuai dengan hadits.”

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menambahkan, “Yang lebih utama padanya adalah dicabut jika ia kuat (menahan rasa sakit, pen.), boleh juga dicukur dan memakai obat perontok.”

Al-Imam Ishaq bin Rahawaih rahimahullah ditanya, “Mencabut bulu ketiak lebih kamu sukai ataukah menggunakan obat perontok?” Beliau menjawab, “Mencabutnya, bila memang seseorang mampu.” (Al-Mughni, 1/100)

Diutamakan mendahulukan ketiak yang kanan sebelum yang kiri saat mencabut atau mencukurnya. ‘Aisyah radhiyallahu’anha berkata:

(( كَانَ النَّبِىُّ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ ))

“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam senang mendahulukan sisi yang kanan dalam memakai sandal, bersisir, bersuci, dan dalam semua urusannya (yang baik).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, Al-Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dan disukai mendahulukan ketiaknya yang kanan.” (Al-Minhaj, 3/149)

Mencabut bulu ketiak boleh dilakukan oleh orang lain, sebagaimana yang dilakukan Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah di atas.

* Batas Waktunya

Batas waktu maksimal mencabut bulu ketiak adalah empat puluh hari, tidak boleh lebih, dan lebih utama dilakukan sebelum itu. Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik radhiyallahu’anhu diatas, “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memberikan waktu kepada kami untuk memendekkan kumis, memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, dan mencabut bulu ketiak, agar tidak membiarkannya lebih dari empat puluh hari.” (HR. Muslim no. 258 dan An-Nasa’i no. 14)

Insya Allah bersambung ke edisi berikutnya…. Semoga bermanfaat.
http://www.assalafy.org/mahad/?p=515#more-515

Thursday, April 29, 2010

Faedah Dari Dars Syaikh Muhammad Al-Imam : Balasan Bagi Suatu Kezaliman
Kamis, 29-April-2010, Penulis: Asy Syaikh Muhammad Al-Imam –hafizhahullah ta'ala

بسم الله الرحمن الرحيمقال الإمام البخاري رحمه الله تعالىبَاب قَوْلِهِ {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ الْفَضْلِ أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا بُرَيْدُ بْنُ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ قَالَ ثُمَّ قَرَأَ {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}

Bab firman Allah Ta'ala: "Demikianlah adzab Rabbmu jika Dia mengadzab penduduk suatu negeri yang zhalim. Sesungguhnya adzabNya sangatlah pedih dan menyakitkan." (Yunus: 102)

Dari Abu Musa Al-Asy'ary berkata Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Sesungguhnya Allah akan menangguhkan orang yang zhalim sampai jika Allah mengadzabnya Allah tidak melepaskannya, kemudian beliau membaca –ayat- :" Demikianlah adzab Rabbmu jika Dia mengadzab penduduk suatu negeri yang zhalim. Sesungguhnya adzabNya sangatlah pedih dan menyakitkan."Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam berkata mensyarah hadits ini:Ini adalah hadits yang sangat agung, membangunkan kalbu-kalbu yang lalai, menggerakkan jiwa dan mengusik perasaan, karena hadits ini menjelaskan akan apa yang diberikan oleh maksiat dan dosa kepada pelakunya.
Sebagian 'ulama berkata: "Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla menyebutkan adzab setiap umat agar umat ini takut akan sergapan adzabNya, terkaman adzabNya dan pedihnya adzab Allah Ta'ala".Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam menjelaskan kepada kita sunnah dari sunnah-sunnah Allah Ta'ala yang mana Allah Ta'ala memperlakukan makhlukNya dengan sunnah-sunnah itu. Maka Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam berkata: "Sesungguhnya Allah akan menangguhkan orang yang zhalim". Ini adalah sunnah dari sunnah-sunnah Allah Ta'ala, menangguhkan orang yang zhalim dan mengulur baginya waktu sehingga si zhalim tersebut selalu dan senantiasa berbuat zhalim. Allah Ta'ala mengawasinya, mengawasi gerak-geriknya, mengawasi keinginannya dan niatnya, lalu setelah itu Allah Ta'ala mengadzabnya dengan adzab yang begitu keras dan berlipat ganda, lalu apakah kau lihat ada yang tersisa bagi mereka??!!Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam berkata: "Sesungguhnya Allah Ta'ala akan menangguhkan", maksudnya mengulur atau menunda.

Allah Ta'ala berfirman, وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لأََِنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ"Janganlah orang-orang yang kafir itu menyangka bahwa penangguhan Kami terhadap diri mereka itu lebih baik bagi diri-diri mereka, hanya saja Kami menangguhkan mereka agar bertambah dosa mereka dan bagi mereka adzab yang menghinakan." (Ali-'Imran: 178)

Firman Allah Ta'ala: "hanya saja Kami menangguhkan mereka agar bertambah dosa mereka", artinya dari sisi disaat mereka makin parah kejahatan dan kerusakan mereka, sehingga mereka berhak untuk mendapatkan adzab yang tidak ada kesudahan dan keselamatan setelahnya.Penangguhan dari Allah Ta'ala –yang seperti ini- merupakan bentuk penghinaan dan tipu daya Allah Ta'ala bagi para pelaku maksiat. Diriwayatkan oleh Ahmad dan selainnya dari hadits 'Uqbah bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam bersabda,إِذَا رَأَيْتَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُعْطِي الْعَبْدَ مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ لَهُ مِنْهُ اسْتِدْرَاجٌ"Jika engkau melihat Allah Ta'ala memberikan kepada seorang hamba -berbagai macam kenikmatan- yang disukai –hamba tersebut- sedang hamba tersebut dalam kondisi senantiasa berbuat maksiat, maka sesungguhnya hal itu adalah pengulur-uluran dari Allah Ta'ala terhadapnya."Penangguhan yang disebutkan dalam hadits maksudnya adalah Allah Ta'ala memanjangkan kesempatan pelaku maksiat tersebut, memberinya kesehatan, keamanan, harta, dan sebagainya sedang dia dalam keadaan senantiasa berbuat maksiat. Maka orang yang tidak mengerti sunnah Allah Ta'ala terkait dengan orang yang seperti ini, maka akan bertambah kejelekannya dan kejahatannya, lalu dengan congkaknya dia mengatakan: "Inilah aku, hidup dalam kenikmatan dan kemudahan, hartaku selalu bertambah, dalam keadaan demikian maksiat tidak mengakibatkan bagiku adzab dari Allah Ta'ala". Maka Allah Ta'ala sebenarnya mengawasi akan apa yang dia perbuat. Tidaklah ada orang yang merasa aman dari tipu daya Allah kecuali orang-orang yang merugi. Dan Allah ta'ala berfirman terkait dengan orang-orang yang beriman, "Sesungguhnya dia (orang yang beriman) tidak merasa aman dari adzab Allah Ta'ala".Hadits ini adalah hadits yang agung, hadits yang menggetarkan dan meluluhkan kalbu. Karena tidaklah seorangpun manusia yang hidup dalam kehidupan ini, dia itu jauh dan terbebas dari perbuatan zhalim –meski sedikit dia pernah melakukan yang namanya kezhaliman-. Dan Allah Ta'ala Maha Tahu dengan adzab apa akan menghukum kita jika kita terus-menerus lalai dan melakukan kezhaliman, jika kita tidak mau taubat, tidak mau tunduk kembali kepada Allah Ta'ala dari kezhaliman.Janganlah engkau mengira bahwa hadits ini membicarakan orang lain selain kita, sedangkan kita menganggap diri kita malaikat yang selamat dari kezhaliman. Tidak! Kita ini juga memiliki kezhaliman sesuai dengan sikap peremehan yang ada pada kita. Terkadang kita terjatuh pada sikap peremehan (terhadap suatu maksiat), terjatuh pada kekurangan dan kesalahan, terkadang kita memiliki muamalah yang jelek dan terkadang menyakiti dan mengganggu orang lain. Maka kita memohon kepada Allah Ta'ala kelembutanNya dan kekokohan dariNya.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam bersabda (yang maknanya): ""Sesungguhnya Allah akan menangguhkan orang yang zhalim sampai jika Allah mengadzabnya Allah tidak melepaskannya". Perhatikan bagaimananya jadinya penangguhan ini?! Bagaimana penangguhan ini menjadi sebab tambahan adzab, tambahan kerasnya siksaan. Kemudian Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam membaca ayat, {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}"Demikianlah adzab Rabbmu jika Dia mengadzab penduduk suatu negeri yang zhalim. Sesungguhnya adzabNya sangatlah pedih dan menyakitkan." (Yunus: 102)

Hukuman Allah Ta'ala terhadap para pelaku kesalahan dan maksiat ada dua macam. Yaitu hukuman secara syari'at dan hukuman secara taqdir kauni. Adapun hukuman secara syari'at ada empat macam; yaitu:
1. Hukuman bunuh (mati), dan ini diperuntukkan bagi orang yang murtad, orang yang berzina dan dia muhshan, orang yang melakukan liwath (homosex) dan orang-orang yang perbuatannya semisal dengan itu.
2. Hukuman potong, dan ini diperuntukan bagi orang yang mencuri.
3. Hukuman cambuk, dan ini diperuntukkan bagi para pemabuk, orang yang menuduh –tanpa bukti- orang lain berzina dan orang yang sedang di ta'zir (hukuman untuk memberi pelajaran).
4. KafaratHukuman secara syari'at ini jika ditegakkan kepada orang yang berhak tersebut dengan tepat sesuai tuntutan sehingga tidak memerlukan adanya hukuman secara taqdir kauni maka tidak akan turun hukuman secara taqdir kauni.
Akan tetapi jika hukuman secara syari'at ini belum juga dipandang cukup sesuai tuntutan, tidak menyadarkan si pelaku kezhaliman dan tidak memberikan dampak positif bagi pelaku kezhaliman tersebut serta pelaku kezhaliman tersebut tidak mau berhenti dan kembali kepada peraturan syari'at maka akan turun hukuman secara taqdir kauni. Dan itu adalah hukuman atau adzab yang didatangkan oleh Allah Ta'ala dengan perintahNya "Kun" maka datanglah hukuman tersebut. Dan hukuman secara syari'at ini Allah Ta'ala tetapkan supaya jangan turun hukuman secara taqdir kauni.Namun jika manusia tidak mau menegakkan hukuman secara syari'at, si pencuri tetap mencuri, si pezina tetap berzina, orang yang murtad dari islam tetap murtad, si tukang sihir tetap melakukan aksi sihirnya, orang yang zhalim tetap berbuat zhalim dan sebagainya, -artinya tidak tertegakkan hukuman secara syari'at- dari sini akan datang dan turun hukuman secara taqdir kauni.Dan hukuman secara taqdir kauny itu lebih dahsyat, lebih menyakitkan dan lebih pedih dibanding hukuman secara syari'at. Karena hukuman secara syari'at hanya akan mengena orang yang bersalah saja, adapun hukuman secara taqdir kauni maka terkadang akan menyapu rata seluruh penduduk suatu daerah atau suatu negeri, hanya disebabkan oleh satu orang zhalim saja. Kezhalimannya menyebar dan merata kejelekannya, tiada yang melarang dan dia juga tidak berhenti dari kezhaliman, maka di sini terkadang datang hukuman secara kauni dan akan menghantam semua yang ada.Tahukah seperti apa hukuman secara taqdir kauni?! Sebagaimana yang engkau ketahui, hukuman secara taqdir kauni itu berupa banjir, angin kencang, ditenggelamkan dalam air, kebakaran, tertimbun tanah, paceklik, wabah penyakit, gempa (dan lain sebagainya yang wallahu a'lam kurang lebihnya dalam bentuk bencana alam). Ketika datang hukuman yang jenis kedua ini (yang berupa bencana alam) siapa yang mampu menanggungnya?!! Siapa yang mampu menghadapinya?!!Sebagian orang menyangka, jika dia tidak terkena hukuman secara syari'at lalu merasa congkak dan sombong bahwa dia selamat tidak terkena apa-apa, maka hal seperti ini akan menyebabkan datangnya adzab yang lebih menyakitkan pada dirinya dan pada orang lain. Akan menyebabkan adzab tersebut mengenai makhluk-makhluk Allah Ta'ala yang tidak bersalah dari kalangan anak-anak kecil, binatang dan tumbuhan.Maka seperti yang kalian dengar, bahwa hukuman secara taqdir kauni itu hukuman yang akan mengenai kalbu, badan dan harta. Hukuman secara taqdir kauni ini tidak ada batasnya. Dan kebanyakan dari jenis hukuman ini akan menimpa pelaku kehzaliman itu sendiri, mengenai orang-orang disekitarnya dan orang yang membantunya.Kalau begitu, hadits yang ada di hadapan kita ini mengajak dan menyeru kita semuanya untuk segera bertaubat kepada Allah Ta'ala.Dan terkait para pelaku maksiat dan kezhaliman. Ketetapan Allah Ta'ala yang berlaku untuk mereka adalah;
Pertama: diantara mereka ada yang dihukum oleh Allah Ta'ala pada awal maksiat itu terjadi, dia melakukan satu kemaksiatan lalu Allah Ta'ala menghukumnya. Dan ini seperti yang terjadi pada kedua bapak, yaitu pertama bapak kita Adam 'alihi salam, kedua adalah Iblis. Adapun Iblis sebagaimana kita ketahui dihukum oleh Allah Ta'ala dengan dijauhkan dari rahmatNya setelah dia enggan untuk sujud. Adapun bapak kita Adam 'Alaihi salam Allah Ta'ala keluarkan beliau dari surgaNya disebabkan oleh satu suap dari apa yang diharamkan oleh Allah Ta'ala. Hukuman yang ada ini adalah hukuman yang disebabkan oleh satu maksiat saja tidak ada maksiat yang lain sebelum itu.
Kedua: Allah Ta'ala menghukum seorang pelaku maksiat pada awal terjadinya maksiat, hanya saja dengan hukuman yang dia tidak menyadarinya bahwa itu dikarenakan dosa yang telah dia lakukan. Terkadang Allah Ta'ala menghukum seorang pelaku maksiat dikarenakan maksiatnya dengan mencampakkan kegelapan, kegundahan, kesedihan, dan kecemasan pada kalbunya dan sebagainya, namun dia tidak menyadarinya bahwa itu dikarenakan maksiat yang dia lakukan padahal itu disebabkan oleh dosa tersebut.
Ketiga: Ketetapn Allah Ta'ala sebagaimana yang tertera dalam hadits yang kita bahas ini. Yaitu pelaku masiat dan kezhaliamn tersebut melakukan apa yang dia lakukan, lalu Allah Ta'ala membiarkan dan mengulur baginya waktu sehingga dia dalam kondisi terus berbuat zhalim, dan terkadang makin menjadi-jadi, dan terkadang dia mengajak orang lain untuk ikut bersamanya dan menyebarkan kezhaliman tersebut, kemudian setelah itu Allah Ta'ala mendatangkan adzabnya sebagaimana yang baru saja kita dengar. Allah ta'ala mengadzabnya dengan adzab yang datang dari Dzat yang Maha Perkasa dan Maha Mampu.Barangsiapa yang dihukum oleh Allah Ta'ala pada awal waktu terkadang terasa begitu berat sebgaimana yang terjadi pada Iblis –yaitu dijauhan dari rahmat Allah Ta'ala-, maka hukuman yang seperti ini tidaklah mampu seseorang mananggungnya. Sebuah hukuman yang menghancurkan masa depan dunia dan akhirat.Dan terkadang hukuman itu berbentuk hukuman yang kita mampu menjalaninya dan akan menghasilkan kebaikan setelahnya berupa taubat dan tunduk kembali kepada Allah Ta'ala. Dan ini seperti yang terjadi pada bapak kita Adam 'alaihi salam. Hukuman ini meskipun terasa berat –yaitu dikeluarkan dari surga dan diharamkan untuk tinggal di dalamnya- hanya saja Allah Ta'ala menganugerahkan kepada Adam 'alaihi salam taubat kepadaNya sehingga kebaikan ada di belakangnya. Sebagaimana yang kalian dengar, maksiat itu mengakibatkan hukuman dan adzab. Namun terkadang kita menyadarai akan datangnya hukuman tersebut, dan terkadang kita tidak menyadarinya. Terkadang terasa begitu cepat datangnya dan terkadang terasa datangnya agak terlambat atau terasa tidak datang. Sehingga sebagian orang merasa berbaik sangka kepada Allah Ta'ala dengan cara yang tidak sesuai ketentunnya. Maka dia menyangka bahwa Allah Ta'ala tidak mengadzabnya karena maksiatnya. Ini adalah salah besar!!Ketahuilah bahwa Allah Ta'ala itu sangat cemburu akan apa yang terjadi pada agamaNya, pada hambaNya dan makhlukNya. Kapan seseorang melanggar hakNya dan apa yang Dia haramkan, kapan seseorang meninggalkan kewajiban yang Dia wajibkan, kapan orang yang dilarang untuk dizhalimi itu terzhalimi maka tidaklah dia akan merasakan aman dari makar dan tipu daya Allah Ta'ala. "Tidak ada yang merasa aman dari tipu daya Allah Ta'ala kecuali orang-orang yang merugi".Adapaun hukuman maksiat bagi seorang mukmin kebanyakannya terjadi untuk mendidik dan mengajari serta mengingatkan mereka. Sekumpulan orang dari kalangan shahabat pada perang Uhud menyelisihi perinttah Nabi shalallahu 'alaihi wa salam dan turun dari gunung yang diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam agar mereka berada padanya. Maka datanglah hukuman secara langsung dari Allah Ta'ala dengan dijadikan kaum kuffar menguasai dan mengalahkan mereka, sehingga orang kuffar mampu membunuh tujuh puluh orang shahabat saat itu juga. Maka hukuman ini adalah datang untuk mendidik dan mengingatkan para shahabat sehingga setelah datangnya hukuman ini mereka jadi lebih mendengar akan perintah dan sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam, lebih semangat menjalankan apa yang diperintahkan sesuai yang diminta oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam.Maka hukuman untuk kaum mukimin itu datang untuk mengingatkan kaum mukmin untuk segera bertaubat dan kembali kepada Allah Ta'ala. Agar mereka menjadi semakin lebih baik dan meninggalkan apa yang mereka miliki berupa kelalaian, kesalahan dan penyelisihan. Kita memohon kepada Allah Ta'ala agar menerima taubat kita semua.Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang; "Tidaklah didatangkan hukuman itu untuk menghancurkanmu akan tetapi didatangkan untuk meluruskamu". Allah Ta'ala Maha Penyayang terhadap kaum mukmin, maka hukuman yang diberikan itu untuk memperbaiki keadaannya.Sebagian Salaf berkata; "Jika aku menyakiti seekor anjing maka aku sangat takut kalau-kalau Allah Ta'ala akan menghukumku". Sedangkan anjing adalah anjing, lalu bagaimana menurutmu kalau dia menyakiti seorang manusia, menyakiti dan mengganggu tetangga, anak-anak, istri, menyakiti teman-temannya, menyakiti thalibul ilm, menyakiti (du'at dan) ulama??!!.Sebagaimana kalian dengar bahwa kita tidaklah bersih dari kezhaliman, dari kesalahan, dan dari maksiat. Siapa yang beranggapan bahwa dia bersih dari semua ini maka dia itu jahil atau tertipu oleh dirinya, tidak memahami ayat dan hadits yang terkait dengan taubat.Tidakkah kita melihat bahwa bapak kita Adam 'alaihi salam di hukum gara-gara satu sauapan dari perkara yang haram, lalu disana ada orang yang menipu dan menzhalimi lalu tidak dihukum??!!Sudah selayaknya bagi seorang mukmin untuk bersiap bertaubat kepada Allah Ta'ala kembali kepada Allah Ta'ala.(Wallahu Ta'ala a'lam bi shawab)

Disampaiakan oleh:Asy-Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-ImamDi Darul Hadits Ma'bar – Yaman(16 Dzul Qa'dah 1430H pada pelajaran Shahih Al-Bukhary)Ditranskrip dan diterjemahkan oleh:Abu Zubair 'Umar Al-Indonisy(Ma'bar, 18 Dzul Qa'dah 1430H)

Monday, February 22, 2010

Berita Tentang Hari Kiamat

Senin, 15-Februari-2010, Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Datangnya hari kiamat adalah suatu kepastian. Hanya saja berita tentang hari kiamat ini terasa asing atau terlupakan bagi sebagian manusia yang hidup mereka tersibukkan dengan bermain-main, lalai, mengenyangkan diri dengan syahwat dunia dan kelezatannya. Kenikmatan dunia berupa harta, anak-anak, dan sebagainya telah melupakan mereka akan pertemuan dengan hari tersebut. Padahal hari kiamat demikian dekatnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ"Telah dekat hari kiamat dan telah terbelah bulan." (Al-Qamar: 1)يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللهِ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا"Manusia bertanya kepadamu tentang (kapan datangnya) hari kiamat. Katakanlah, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang kapan datangnya hari kiamat itu hanyalah di sisi Allah.’ Dan tahukah kamu (wahai Muhammad) boleh jadi hari kiamat itu sudah dekat waktunya?" (Al-Ahzab: 63)

Sahabat yang mulia Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu mengabarkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: بُعِثْتُ أَناَ وَالسَّاعَةُ كَهاتَيْنِ. وَأَشَارَ بِأَصْبِعَيْهِ السَّبَابَةِ وَالْوُسْطَى "Diutusnya aku dengan datangnya hari kiamat seperti dua jari ini." Beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hari kiamat ini tidak akan menimpa kecuali sejelek-jelek manusia, karena orang-orang yang memiliki iman walaupun sangat tipis telah diwafatkan sebelumnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan: لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ عَلىَ شِرَارِ النَّاسِ"Tidak akan datang hari kiamat kecuali pada sejelek-jelek manusia." (HR. Muslim)

Diawali hari kiamat dengan tiupan sangkakala oleh malaikat Israfil. Maka matilah seluruh penduduk langit dan penghuni bumi kecuali yang Allah Subhanahu wa Ta'ala kehendaki. Kemudian diikuti tiupan kedua maka bangkitlah seluruh manusia dari dalam kuburnya. وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ مَنْ شَاءَ اللهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ"Dan ditiuplah sangkakala maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali yang Allah kehendaki. Kemudian ditiup lagi tiupan yang lain maka tiba-tiba mereka bangkit dari kubur mereka dalam keadaan menanti (putusannya masing-masing)." (Az-Zumar: 68)

Hari itu adalah hari yang sangat mengerikan. Allah Subhanahu wa Ta'ala menggambarkannya dalam firman-Nya:يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ. يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللهِ شَدِيدٌ"Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Rabb kalian, sesungguhnya goncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). Pada hari itu ketika kalian melihat kegoncangan tersebut, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan semua wanita yang hamil dan kalian lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras." (Al-Hajj: 1-2)

Usai tiupan kedua, manusia bangkit dari kubur-kubur mereka dalam keadaan tanpa busana, tanpa alas kaki, dan belum dikhitan. Tidak ada seorang pun yang menoleh kepada yang lain karena kegelisahan yang menyelimuti. Semua dicekam ketakutan! Ketika Aisyah radhiyallahu 'anha mendengar berita ini dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berucap:ياَ رَسُوْلَ اللهِ، الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ جَمِيْعًا يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ؟ فَقَالَ صلى الله عليه وسلم: الْأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يُهِمَّهُمْ ذَلِكَ"Wahai Rasulullah, para lelaki dan para wanita seluruhnya dikumpulkan dalam keadaan demikian berarti sebagian mereka akan melihat aurat sebagian yang lain?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Perkaranya terlalu dahsyat dari membuat mereka berkeinginan demikian." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Termasuk perkara yang menambah kedahsyatan hari tersebut adalah didekatkannya matahari dengan manusia sehingga peluh mereka bercucuran. Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: يَعْرَقُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَذْهَبَ عَرَقُهُمْ فِي الْأَرْضِ سَبْعِيْنَ ذِرَاعًا وَيُلْجِمُهُمْ حَتَّى يَبْلُغَ آذَانَهُمْ "Manusia berkeringat pada hari kiamat sampai-sampai keringat mereka bercucuran ke bumi setinggi 70 hasta dan mengekang (menenggelamkan) mereka sampai mencapai telinga-telinga mereka." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Al-Miqdad ibnul Aswad radhiyallahu 'anhu mengabarkan, "Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: تُدْنىَ الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ حَتَّى تَكُوْنَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيْلٍ -قَالَ سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ: فَوَاللهِ، مَا أَدْرِي مَا يَعْنِي بِالْمِيلِ، أَمَسَافَةُ الْأَرْضِ أَمِ الْمِيْلُ الَّذِي تُكْتَحَلُ بِهِ الْعَيْنُ- قَالَ: فَيَكُوْنُ النَّاسُ عَلىَ قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ، فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى كَعْبَيْهِ, وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى حَقْوَيْهِ, وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ إِلْجَامًا. وَأَشَارَ رَسُوْلُ اللهِ n إِلَى فِيْهِ. "Didekatkan matahari dengan makhluk (manusia) pada hari kiamat hingga jarak matahari dari mereka seukuran mil." –Sulaim bin ‘Amir (perawi yang meriwayatkan dari Al-Miqdad, pent.), "Demi Allah, aku tidak tahu apa yang beliau maksudkan dengan mil, apakah ukuran jarak ataukah kayu/alat yang digunakan untuk mencelaki mata."–Rasulullah bersabda, "Maka manusia (pada saat itu) dibanjiri peluh sesuai kadar amalan mereka. Di antara mereka ada yang keringatnya sampai kedua mata kakinya. Di antara mereka ada yang keringatnya sampai kedua lututnya. Di antara mereka ada yang keringatnya sampai kedua pinggangnya. Dan di antara mereka ada yang benar-benar ditenggelamkan oleh keringatnya." Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi isyarat ke mulutnya." (HR. Muslim)

Di saat kebanyakan manusia tersiksa dengan panas yang sangat, peluh yang membanjiri dan ketakutan yang sangat, ada segolongan orang yang dinaungi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan naungan-Nya. Mereka tidak merasakan apa yang diderita oleh orang-orang lain. Di antara mereka adalah yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya: سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادِلٌ, وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ, وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلِّقٌ بِالْمَسَاجِدِ, وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ, وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصَبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللهَ, وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمُ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ, وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ "Ada tujuh golongan yang Allah naungi dalam naungan-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Mereka adalah imam (pemimpin) yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, lelaki yang hatinya selalu terikat/terpaut dengan masjid-masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah mereka berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah, (kemudian) seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang punya kedudukan dan kecantikan namun ia berkata, "Sungguh aku takut kepada Allah." (Yang berikutnya) seorang yang bersedekah lalu ia menyembunyikannya sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang berzikir (mengingat) Allah dalam keadaan sendirian lalu mengalir air matanya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Saudariku, bayangkanlah kengerian pada hari itu. Manusia berdiri di hadapan Rabbul ‘Alamin untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup di dunia. فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ.عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ"Maka demi Rabbmu! Kami sungguh-sungguh akan menanyakan kepada mereka seluruhnya, tentang apa yang dulunya mereka amalkan." (Al-Hijr: 92-93)

Sungguh, tidak ada satu pun yang tersembunyi dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak ada seorang pun yang dapat mengingkari ataupun menutupi apa yang dahulunya ia perbuat, karena anggota tubuhnya menjadi saksi. فَيُخْتَمُ عَلَى فِيْهِ وَيُقَالُ لِفَخِذِهِ وَلَحْمِهِ وَعِظَامِهِ: انْطِقِيْ. فَتَنْطِقُ فَخِذُهُ وَلَحْمُهُ وَعِظَامُهُ بِعَمَلِهِ... "Maka ditutuplah mulutnya dan dikatakan kepada pahanya, dagingnya dan tulangnya, ‘Berbicaralah!’ Lalu berbicaralah pahanya, daging dan tulangnya mengabarkan tentang amalannya (ketika di dunia)…." (HR. Muslim)

Sahabat Rasul yang bernama ‘Adi bin Hatim radhiyallahu 'anhu mengabarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تَرْجُمَانُ، فَيَنْظُرُ أَيْمَنَ مِنْهُ فَلاَ يَرَى إِلاَّ مَا قَدَّمَ مِنْ عَمَلِهِ، وَيَنْظُرُ أَشْأَمَ مِنْهُ فَلاَ يَرَى إِلاَّ مَا قَدَّمَ، وَيَنْظُرُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلاَ يَرَى إِلاَّ النَّارَ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ، فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ "Tidak ada seorang pun dari kalian kecuali nanti akan diajak bicara oleh Rabbnya, tanpa ada seorang penerjemah antara dia dengan Rabbnya. Lalu ia memandang ke arah kanannya namun ia tidak melihat kecuali amal yang telah dilakukannya. Ia juga memandang ke arah kirinya, namun ia tidak melihat kecuali amal yang telah dilakukannya. Dan ia memandang ke depannya, namun ia tidak melihat kecuali neraka di hadapan wajahnya. Maka jagalah diri kalian dari neraka walaupun dengan bersedekah sepotong belahan kurma." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Saudariku, termasuk yang menambah kengerian pada hari itu adalah sangat panjangnya hari tersebut. Sebagaimana berita dari Dzat yang Maha Benar pengabaran-Nya: سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ. لِلْكَافِرينَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ. مِنَ اللَّهِ ذِي الْمَعَارِجِ. تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ"Seseorang telah meminta disegerakannya azab yang pasti terjadi, bagi orang-orang kafir, yang tidak ada seorang pun dapat menolaknya. (Yang datang) dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik menghadap kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun1." (Al-Ma’arij: 1-4)

Karenanya, hendaklah kita memikirkan kengerian hari tersebut dan kita harus ingat bahwa keselamatan dari kengeriannya hanyalah didapatkan dengan rahmat Allah, kemudian dengan amalan shalih. Hari itu semua manusia akan menyesal. Bila ia seorang yang berbuat baik, ia akan menyesal kenapa ia tidak menambah dan memperbanyak kebaikannya. Bila ia seorang yang berbuat jelek, ia akan menyesal kenapa dahulu menyia-nyiakan umurnya dari melakukan amal shalih.Ingatlah, saat catatan amal beterbangan pada hari tersebut dalam keadaan seseorang tidak tahu apakah ia akan menerima catatannya dengan tangan kanan sehingga ia beroleh kebahagiaan nan abadi, ataukah ia akan menerimanya dengan tangan kiri sehingga ia akan celaka.فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ. إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ. فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ. فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ. قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ. كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ. وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَالَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ. وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ. يَالَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ. مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ. هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ. خُذُوهُ فَغُلُّوهُ. ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ. ثُمَّ فِي سِلْسِلَةٍ ذَرْعُهَا سَبْعُونَ ذِرَاعًا فَاسْلُكُوهُ. إِنَّهُ كَانَ لَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ. وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ. فَلَيْسَ لَهُ الْيَوْمَ هَاهُنَا حَمِيمٌ. وَلَا طَعَامٌ إِلَّا مِنْ غِسْلِينٍ. لَا يَأْكُلُهُ إِلَّا الْخَاطِئُونَ"Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya catatan amaalnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata, ‘Ambilllah, bacalah catatan amalku ini. Sungguh aku yakin bahwa aku akan menemui hisab terhadap amalku.’ Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi. Buah-buahannya dekat. (Kepada mereka dikatakan), ‘Makan dan minumlah dengan sedap sebagai balasan amalan yang telah kalian kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.’ Adapun orang yang diberikan kepadanya catatan amalnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata, ‘Wahai, alangkah baiknya bila sekiranya tidak diberikan kepadaku catatan amalku ini. Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberikan manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaan dariku.’ (Allah berfirman), "Peganglah dia, lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkan dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.’ Sesungguhnya dulu dia tidak beriman kepada Allah Yang Maha Agung. Dan juga tidak mendorong orang lain untuk memberi makan orang miskin. Maka tiada seorang pun teman baginya pada hari ini di sini. Dan tiada pula makanan sedikit pun baginya kecuali berupa darah dan nanah. Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa." (Al-Haqqah: 19-37)

Ingatlah saudariku, wahai hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan shirath (titian) yang licin lagi menggelincirkan yang diletakkan di atas punggung Jahannam. Manusia melewatinya sesuai kadar amalannya. Ada yang melewatinya dengan sangat cepat, ada yang lambat perlahan, ada yang merangkak, dan ada yang tersungkur ke dalam api yang menyala-nyala. Kita tak tahu apakah kita termasuk yang selamat melewatinya, ataukah na’udzubillah terperosok ke dalam jurang Jahannam. Kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala keselamatan! Ingatlah semua ini wahai saudariku! Yakinlah karena ini bukanlah khayalan, sekadar isapan jempol dan dongeng pengantar tidur. Semua yang disebutkan di sini sungguh benar adanya dan pasti datangnya. Perkara-perkara ini dekat, walaupun terasa kehidupan kita panjang. Apa yang kita persiapkan untuk hari tersebut? Iya, amal shalih…. Dengannya setelah rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala, kita akan selamat dan termasuk orang-orang yang berbahagia. Menjadi penghuni surga yang seluas langit dan bumi. Ya Allah, ya Arhamar Rahimin, ya Karim! Selamatkanlah kami dari siksa-Mu dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang beruntung dapat mendiami surga-Mu, negeri kemuliaan-Mu. Amin. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.1 Yang dimaksud adalah hari kiamat menurut salah satu dari empat pendapat yang disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu dalam Tafsirnya.

(8/174).http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=738